Praktikum Bioteknologi I ( Pembuatan Tempe)
Praktikum
Bioteknologi I
I.
Judul
Fermentasi Bahan Makanan (Pembuatan Tempe)
II.
Tujuan
Menganalisis dan memahami prinsip fermentasi yang terjadi
pada kedelai hingga menjadi tempe
III.
Alat
dan Bahan
1)
Kedelai (1kg)
|
6) Kertas Minyak
|
2)
Ragi tempe
|
7) Panci
|
3)
Air
|
8) Baskom
|
4)
Daun (pisang, jati, dan waru)
|
9) Kompor
|
5)
Plastik
|
10) Stapler
|
IV.
Prosedur
Kerja
1)
Cuci
kedelai dengan air bersih
2)
Rendam
kedelai selama 6-12 jam agar kedelai mengembang
3)
Rebus
kedelai selama 1 jam yang bertujuan untuk melunakkan kedelai
4)
Kedelai
kemudian diremas-remas hingga kulit kedelai terkelupas dari bijinya
5)
Kemudian
tiriskan dan bilas kedelai sampai bersih dari kulitnya
6)
Campurkan
kedelai dengan ragi sampai rata dengan perbandingan 1kg kedelai dicampur dengan
40gr ragi tempe (aduk hingga merata)
7)
Timbang
50gr campuran kedelai dan ragi tersebut lalu bungkus dengan daun yang
disediakan (daun pisang, daun waru, dan daun jati), pembungkusan juga
menggunakan bahan lain (plastik dan kertas minyak) kemudian tusuk-tusuk atau
toreh agar udara bisa masuk
8)
Pemeraman
dilakukan pada suhu kamar dengan ruangan agak gelap selama 2x24 jam
9)
Amati
hasil dan bandingkan dalam bentuk tabel pengamatan. Amati pula dibawah
mikroskop masing-masing tempe tersebut dengan mengambil sedikit miselium jamur
pada permukaan tempe.
V.
Hasil
dan Pembahasan
Gambar tempe pada masing-masing media pembungkus
Jenis Pembungkus
|
Gambar Tempe
|
Gambar hifa
|
Daun Pisang
|
|
|
Daun Waru
|
|
|
Daun Jati
|
|
|
Plastik
|
|
|
Kertas Minyak
|
|
|
Kriteria Pengamatan
Jenis Pembungkus
|
Indikator Pengamatan
|
||||
Tekstur
|
Aroma
|
Warna
|
Pertumbuhan Jamur
|
Spora
|
|
Daun Pisang
|
Lembut, miselium
terikat erat
|
Khas tempe,
sedikit aroma tidak sedap
|
Hifa putih,
kedelai masih terlihat kekuningan
|
Merata pada
bagian atas, bagian bawah lebih jarang, miselium tebal,
|
Baru meng- hasilkan
sedikit spora
|
Daun Waru
|
Kasar, miselium
hanya mengikat beberapa kdelai
|
Sedikit aroma
tempe, aroma tidak sedap
|
Hifa putih
kehitaman, kedelai masih terlihat kekuningan
|
Tersebar pada
bagian tertentu, tidak menutupi seluruh permukaan tempe, hanya beberapa, miselium
tipis
|
Sudah
meng-hasilkan banyak spora
|
Daun Jati
|
Agak kasar,
miselium tidak mengikat beberapa kedelai
|
Sedikit aroma
tempe, aroma tidak sedap
|
Hifa putih,
beberapa kedelai terlihat mulai menghitam
|
Tidak merata
dimana ada beberapa bagian yang tidak tertutupi, miselium tipis
|
Sudah
menghasilkan spora yang lumayan banyak
|
Plastik
|
Agak lembut,
miselium saling mengikat
|
Khas tempe,
sedikit aroma tidak sedap
|
Hifa putih, kedelai
masih terlihat kekuningan
|
Cukup merata pada
bagian atas, bagian bawah lebih sedikit, miselium tipis
|
Spora sangat
sedikit bahkan hampir tidak ada
|
Kertas Minyak
|
Lembut, miselium
saling mengikat
|
Khas tempe,
sedikit aroma tidak sedap
|
Hifa putih,
kedelai masih terlihat kekuningan
|
Merata pada
bagian atas, bagian bawah lebih sedikit, miselium tebal
|
Spora sangat
sedikit bahkan hampir tidak ada
|
Proses pembuatan
tempe pada dasarnya merupakan proses penumbuhan spora pada jamur tempe oleh Rhizopus sp. Seperti yang kita ketahui
pembuatan tempe dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni: oksigen, suhu, pH, dan Kelembaban
udara (uap air). Faktor tersebut sangat mendukung dalam proses pertumbuhan
jamur tempe (Rhizopus) dimana ketika keadaan lingkungan yang baik sesuai dengan
keadaan jamur yang tumbuh, maka akan menghasilkan tempe yang bagus. Menurut
Sarwono dalam Iqbalali “Dalam proses fermentasi
tempe kedelai, substrat yang digunakan adalah keping-keping biji kedelai yang
telah direbus. mikroorganismenya berupa kapang antara lain Rhizopus olygosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer (dapat terdiri atas kombinasi dua
spesies atau ketiganya) dan lingkungan pendukung yang terdiri dari suhu 30˚C,
pH awal 6,8% kelembaban nisbi 70-80%. Tetapi pada praktikum ini, keadaan
tersebut diberlakukan sama pada setiap pengujian tempe, yang membedakan hanya
dari jenis pembungkus saja. Dari hasil praktikum yang kami lakukan, menemukan
bahwa pada setiap tempe yang dibuat dengan hasil yang berbeda disebabkan oleh
pembungkus yang berbeda pada tempe. Perbedaan tidak hanya terlihat pada
permukaan tempe saja, tetapi juga terlihat berbeda pada pengelihatan
mikroskopik. Dari hasil percobaan kami, kami menemukan bahwa tempe terbaik dihasilkan saat menggunakan
daun pisang sebagai pembungkus, sedangkan yang kurang baik adalah menggunakan
daun waru dan jati. Hal ini berbeda dengan refrensi yang kami dapatkan dimana
hasil tempe dari pembungkus daun lebih baik daripada pembungkus sintetis.
Terjadi beberapa kesalahan perlakuan pada setiap tempe yang kami buat
menyebabkan tidak maksimalnya pertumbuhan jamur tempe. Kurang maksimalnya hasil
tempe yang didapatkan ini disebabkan oleh beberapa faktor yakni pada saat
penirisan kedelai tidak dilakukan dengan benar dan pada saat pengemasan, dimana
kedelai masih basah dan terdapat air, air yang berlebihan dalam biji dapat
menyebabkan penghambatan pertumbuhan jamur dan menyebabkan pembusukan. Selain itu,
pemberian ragi tempe yang tidak merata, suhu yang tidak sesuai juga dapat
menyebabkan beberapa bagian tempe mengalami pembusukan.
Hasil tempe yang
dibungkus dari daun pisang menghasilkan pertumbuhan Rhizopus yang maksimal,
dimana miselium tebal dan mengikat seluruh bagian kedelai yang menyebabkan
tekstur tempe menjadi lembut merata, aroma yang dihasilkan juga aroma khas
tempe walaupun sedikit kurang sedap, warna miselium yang menutupi kedelai
berwarna putih. Dilihat secara mikroskopik hifa terlihat panjang, dan baru
menghasilkan sedikit spora yang matang, hal ini yang menyebabkan warna tempe
masih berwarna putih. Menurut beberapa sumber yang kami baca, hal ini
disebabkan karena daun pisang mengandung polifenol yang berfungsi sebagai
antioxidan dan juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus, hal
trersebut dapat memaksimalkan proses fermentasi. Daun pisang juga memiliki rongga-rongga
udara yang dapat melancarkan sirkulasi udara yang mana jamur tempe memerlukan
oksigen untuk kelangsungan hidupnya.
Pada tempe yang
dibungkus menggunakan daun waru memiliki tekstur yang kasar dimana miselium
hanya mengikat beberapa kedelai, miselium yang dihasilkan juga sedikit, pada
pembesaran mikroskopik terlihat spora jamur sangat banyak yang matang sebagai
indikasi dari tempe yang muai akan membusuk, daun waru merupakan media tumbuh
dan berkembang yang baik bagi Rhizopus
sp. dimana jamur tempe ini akan memiliki
pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal, tetapi dalam praktikum ini miselium
yang dihasilkan tidak merata mengikat kedelai. Hal ini disebabkan karena
kesalahan praktikum yang kami lakukan, kami tidak mencuci daun waru yang
digunakan untuk membungkus kedelai fermentasi, kami menduga bahwa terdapat
mikroorganisme lain yang ada di permukaan daun waru tersebut (jamur dan bakteri
penghambat). Tempe yang dihasilkan memiliki sedikit aroma tempe dan juga
mengeluarkan bau yang tidak sedap (amoniak). Hifa berwarna putih dengan
beberapa bagian menghitam yang menunjukkan pematangan spora yang terjadi,
terlihat banyak pematangan spora pada pembesaran mikroskopik. Daun waru sebagai
media tumbuh jamur yang sangat baik, sehingga dapat mengoptimalkan pertumbuhan
dan reproduksi jamur tempe. Hal ini menyebabkan tempe cepat menghitam dan
berbau busuk karena cepatnya pertumbuhan dan pematangan spora jamur. Seharusnya
miselium yang tumbuh pada tempe ini banyak menutupi kedelai tetapi karena daun
terkontaminasi menyebabkan pertumbuhan hifa tidak merata.
Pada tempe dengan
pembungkus daun jati menghasilkan tekstur tempe yang agak kasar, miseliumnya
tidak mengikat semua kedelai, pertumbuhan jamurnya tidak merata, ada beberapa
bagian yang tidak ditutupi hifa, dan hifanya tipis. Pada pembesaran mikroskopik
terlihat beberapa spora yang sudah matang, sebagai indikasi bahwa tempe sudah
mengalami proses pematangan dan selanjutnya akan mengalami pembusukan. Aroma
yang dihasilkan dari tempe pembungkus daun jati ini sedikit berbau tempe dan aromanya tidak sedap. Pada beberapa
bagian tempe yang memadat berwarna putih disebabkan oleh pertumbuhan miselium
kapang sedangkan bagian yang tidak memadat/lembek dan terdapat bercak berwarna
kehitaman. Selain itu, pada daun jati
terdapat banyak trikomata yang memungkinkan terdapat banyak spora sehingga akan
mengganggu proses fermentasi karena adanya mikroorganisme selain miselium
tersebut. Kesalahan juga terjadi pada saat pembungkusan, kami tidak
membersihkan daun jati yang menyebabkan mikroorganisme masih melekat pada
permukaan daun, adanya trikomata yang tebal juga menyulitkan dalam pembersihan/
pensterilan daun. Selain itu kami juga salah dalam melakukan pembungkusan
kedelai tempe. Sesuai refrensi yang kami baca, seharusnya pada saat membungkus
kedelai menggunakan bagian bawah daun untuk memaksimalkan pertumbuhan jamur
tempe, tetapi kami menggunakan bagian atas daun yang dapat berpengaruh dalam
pertumbuhan jamur tempe. Dalam daun jati terdapat kandungan antosianin yang
berperan sebagai antioksidan. Antosianin ini merupakan sub-tipe senyawa organik
dari flavonoid. Senyawa ini sering digunakan dalam pengawetan buah. Karena
kandungan antisianin ini menyebabkan pembusukan sulit terjadi. Seharusnya tempe
yang dihasilkan bagus karena adanya antosianin ini, tetapi mungkin karena
adanya kesalahan dalam praktikum ini menyebabkan kurang bagusnya hasil tempe
dengan pembungkus daun jati ini.
Pada tempe dengan pembungkus plastik tekstur yang
dihasilkan agak lembut, miselium saling mengikat. Aroma yang dihasilkan khas
aroma tempe akan tetapi sedikit tidak sedap. Hifa berwarna putih, kedelai masih
terlihat kekuningan. Pertumbuhan jamur cukup merata pada bagian atas, bagian
bawah lebih sedikit hifa, hifanya pun tipis. Dengan menggunakan media plastik
menghasilkan tempe yang cukup bagus, karena plastik cendrung lebih steril
dibandingkan media lainnya yang menggunakan daun. Tak jarang pada daun terdapat
mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan jamur pada tempe. Tetapi
plastik merupakan bahan sintetis yang mengandung bahan kimia yang kurang baik
bagi konsumen. Faktor ini dipengaruhi karena kurangnya pelubangan pada plastik
yang menyebabkan jamur tempe kurang mendapatkan oksigen. Faktor lainnya juga
karena pada saat pemberian ragi yang tidak merata sehingga pertumbuhan kapang
tidak merata, selain itu pada saat penirisan dan pembersihan kulit ari kurang
baik sehingga miselium susah untuk menembus kedelai tersebut. Saat peragian
kedelai masih basah sehingga air masih banyak yang menyebabkan miselium tidak
dapat tumbuh dan cepat membusuk.
Pada tempe yang dibungkus dengan kertas minyak memiliki
hasil tempe yang hampir mirip dengan tempe yang dibungkus dengan plastik. Pada
intinya kertas minyak menggunakan lapisan plastik pada permukaan kertas hanya
saja lebih tipis. Dengan menggunakan kertas minyak lebih bagus dibandingkan
pembungkus plastik, kami menduga bahwa hal ini disebabkan karena pada kertas
minyak suplay oksigen dan keadaan suhu lebih tepat dibandingkan plastik. Pada
pembesaran mikroskopik tidak terihat terjadinya pematangan spora baik pada
plastik maupun kertas minyak, pembungkus yang berbahan dasar plastik dapat
memberikan suhu yang lebih dibandingkan suhu normal tumbuh jamur tempe, dengan
hal tersebut dapat menghambat pematanggan spora jamur.
VI.
Kesimpulan
Kesimpulan yang
dapat kami tarik dari praktikum yang dilakukan ialah, pertumbuhan Rhizopus pada
tempe dipengaruhi karena pembungkus yang berbeda. Masing-masing pembungkus
memberikan perlakuan yang berbeda pada kedelai, sehingga menghasilkan tempe
degan kualitas yang berbeda. Pematangan spora yang terjadi juga berbeda pada
setiap jamur tempe pada masing-masing pembungkus tempe. Pada praktikum yang
kami lakukan, tempe yang terbaik dihasilkan pada pembungkus daun pisang sesuai
dengan kreteria pembahasan. Seharusnya membungkus tempe dengan menggunakan daun
akan lebih daripada bahan sintetis. Tetapi karena kesalahan dalam proses
praktikum kami menemukan hasil yang berbeda yakni daun jati dan daun waru
menghasilkan tempe yang kurang baik.
VII.
Daftar
Pustaka
Nurhidajah, Siti Aminah.” CHIPS
TEMPE SEBAGAI MAKANAN RINGAN ALTERNATIF PENGGANTI
JUNKFOOD”. Universitas
Muhammadiyah Semarang. Dalam http://jurnal.unimus.ac.id.
Sarwono B, 1996, Membuat Tempe dan Oncom, Penebar
Swadaya, Jakarta (Buku Online).
Sukardi, dkk. Desember 2008. “UJI COBA PENGGUNAAN
INOKULUM TEMPE DARI KAPANG Rhizopus
oryzae DENGAN SUBSTRAT TEPUNG BERAS DAN UBIKAYU PADA UNIT PRODUKSI TEMPE
SANAN KODYA MALANG”. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 9 No. 3. Dalam
http://jtp.ub.ac.id.
Universitas Sumatera Utara.”Tempe” dalam http://repository.usu.ac.id
(artikel ilmiah).
Comments
Post a Comment