Praktikum Bioteknologi II (Fermentasi Bahan Makanan [Pembuatan Tapai])

Praktikum Bioteknologi II

I.                   Judul 
Fermentasi Bahan Makanan (Pembuatan Tapai)

II.                Tujuan
Menganalisis dan memahami prinsip fermentasi pada singkong, beras, dan ketan hingga menjadi tapai.

III.             Alat dan Bahan
Alat :
1.      Baskom / nampan
2.      Toples kecil 8 buah
3.      Kain lap
4.      Pisau
5.      Sendok
6.      Saringan
Bahan :
1.      Daun pisang, daun waru, daun jati, dan plastik
2.      Ragi tapai yang telah di haluskan
3.      Singkong yang sudah direbus atau dikukus ¾ matang
4.      Ketan yang telah dikukus hingga matang
5.      Daun suji

IV.             Prosedur Kerja
a.       Pembuatran tapai singkong
1)   Menguliti singkong dan mengerik lapisan bagian luar dengan pisau, kemudian memotong-motong singkong menjadi beberapa bagian.
2)      Mencuci singkong dengan air hingga bersih, lalu mengukus hingga ¾  matang.
3)      Singkong dinginkan di atas nampan yang telah dilapisi daun pisang.
4)   Menaburi setiap potong singkong bagian luar dengan serbuk ragi tapai hingga merata (pembagian ragi tidak boleh terlalu banyak, jika terlalu banyak akan pahit). Untuk 1  kg singkong memerlukan ¼ butir ragi tempe.
5)   Dengan menggunakan sendok aseptik, memindahkan potongan singkong ke dalam toples yang telah dilapisi daun pisang kemudian ditutup kembali dengan daun pisang. Melakukan kegiatan yang sama untuk jenis pembungkus yang lain (daun jati,daun waru, dan plastik).
6)      Menyimpan 2x24  jam pada suhu kamar.
7)   Setelah 2 hari, melakukan pengamatan dari segi tekstur, rasa dan warna, serta kadar airnya.
8)     Membandingkan hasil dari keempat media pembungkus yang digunakan dalam sebuah tabel.

b.      Pembuatan tapi ketan dicampur dengan daun suji
1)      Mencuci ketan hingga bersih.
2)      Mencuci daun suji hingga bersih.
3)      Merendam beras ketan selama 1-2 jam.
4)      Menghaluskan daun suji, lalu diperas dan diambil airnya
5)    Meniriskan ketan yang telah direndam, setelah itu  kemudian mengukus ketan setengah matang.
6)  Setelah setengah matang, angkat ketan tersebut lalu campurkan air daun suji hingga merata.
7)      Setelah merata, kukus kembali ketan yang sudah di campuri daun suji hingga matang.
8)    Setelah matang, taruh di atas nampan yang telah dilapisi daun pisang dan diamkan hingga benar-benar dingin.
9)  Menghaluskan ragi tempe hingga menjadi serbuk (banyaknya ragi yang digunakan disesuaikan dengan jumlah beras ketan. Apabila terlalu banyak akan mempercepat proses fermentasi dan menyebabkan rasa tapai akan menjadi pengar, bila terlalu sedikit dapat menyebabkan tapai yang terbentuk tidak manis dan terasa keras).
10)  Menaburkan ragi di atas ketan yang benar-benar sudah dingin.
11)  Mengaduk hingga merata
12)  Membungkus ketan yang telah diberi ragi dengan daun pisang lalu masukan ke dalam toples. Melakukan kegiatan yang sama dengan media pembungkus yang lain (daun jati, daun waru, dan plastik).
13)  Menyimpan selama 3-4 hari
14)  Melakukan pengamatan dari segi tekstur, rasa,dan warna, serta kadar airnya.
15)  Membandingkan hasil dari keempat media  pembungkus yang digunakan  dalam sebuah tabel.


V.                Hasil dan Pembahasan

Table 1. Tapai singkong pada masing-masing media pembungkus

Jenis Pembungkus
Gambar Tapai Singkong
Sebelum
Sesudah 2 hari
Daun Pisang
Daun Waru
Daun Jati
Plastik

Table 2. Kriteria Pengamatan Tapai Singkong
Jenis Pembungkus
Indikator Pengamatan
Tekstur
Aroma
Warna
Rasa
Kadar air
Daun Pisang
Lembut lembek
Tapai
Kuning
Manis
Berair sedikit
Daun Waru
Lembut lembek
Tapai
Kuning
Sedikit manis
Berair banyak
Daun Jati
Lembut lembek
Tapai dengan bau alkohol
Kuning
Manis dengan rasa alkohol
Berair sedikit
Plastik
Lembut lembek
Tapai
Kuning
Manis, agak sedikit pahit
Berair banyak


Table 3. Tapai ketan (daun suji) pada masing-masing media pembungkus

Jenis Pembungkus
Gambar Tapai Ketan
Sebelum
Sesudah 3 hari
Daun Pisang
Daun Waru
Daun Jati
Plastik
  
Tabel 4. Kreteria Pengamatan Tapai Ketan (Daun Suji)
Jenis Pembungkus
Tekstur
Rasa
Kadar Air
Warna
Aroma
Daun Pisang
lembut
Manis
Tinggi
Hijau Muda
Tapai
Daun Waru
lembut
Manis
Tinggi
Hijau Muda
Tapai
Daun Jati
lembut
Manis
Tinggi
Hijau Muda
Tapai
Plastik
lembut
Manis
Tinggi
Hijau Muda
Tapai

            Pada Tapai Singkong
Tapai merupakan makanan tradisional yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Proses pembuatan tapai melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur  Saccharomyces cerivisiae. Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan  arbondioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tapai ini terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa). Sebelum fermentasi, singkong masih berbentuk seperti awal sebelum diberi ragi pada umumnya. Namun, setelah mengalami fermentasi singkong tersebut mengalami perubahan bentuk dan menghasilkan air yang mengandung alkohol serta menimbulkan rasa asam dan manis. Kondisi tersebut disebabkan karena pada singkong diberikan ragi yang merupakan mikroorganisme yang berfungsi mengubah glukosa menjadi alkohol dan menghasilkan air. Singkong tidak boleh terkena air jika sudah diberi ragi karena akan mematikan ragi (bakteri) sehingga proses fermentasi tidak berjalan sempurna. Singkong juga harus diletakkan atau disimpan di dalam tempat yang kedap udara. Karena jika terkena oksigen, proses fermentasi juga akan gagal. Singkong yang merupakan karbohidrat diubah oleh ragi menjadi alkohol dan air. Dengan adanya alkohol, tapai singkong bersifat manis dan agak asam. Tapai membutuhkan amilosa, amilum dan karbohidrat kompleks, derajat keasaman (pH 5-6), dan suhu yang tepat dan kadar air. Karena fermentasi maka singkong dibutuhkan kadar air yang cukup untuk ragi agar bisa hidup. Oleh karena itu, singkong harus dikukus. Banyaknya ragi yang digunakan disesuaikan dengan jumlah singkong. Bila terlalu banyak akan mempercepat proses fermentasi dan menyebabkan rasa tapai menjadi pengar, bila terlalu sedikit dapat menyebabkan tapai yang terbentuk tidak manis dan terasa keras. Takaran ragi yang tepat biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman. Kualitas tapai yang baik turut ditentukan oleh jenis ragi yang digunakan dan asal ragi tersebut. Tapai singkong jika diletakkan dalam keadaan suhu kamar hanya bertahan 2 hari. Jika lebih dari 2 hari maka kadar alkohol dalam tapai tersebut akan bertambah. Semakin banyak kadar alkohol, maka tapai akan berubah menjadi khamar. Hal ini sudah terbukti dari jurnal ilmiah International Journal of Food Sciences and Nutrition volume 52 halaman 347 – 357 pada tahun 2001. Di jurnal tersebut diberitakan bahwa kadar etanol (%) pada 0 jam fermentasi tidak terdeteksi, setelah 5 jam fermentasi kadar alkoholnya 0.165%, setelah 15 jam 0.391%, setelah 24 jam 1.762%, setelah 36 jam 2.754%, setelah 48 jam 2.707% dan setelah 60 jam 3.380%.. Namun, jika tapai diletakkan didalam kulkas akan meghambat kerja bakteri karena bakteri tidak dapet bekerja pada suhu rendah dan pada suhu terlalu tinggi. Oleh karena itu, tapai yang diletakkan didalam kulkas lebih tahan lama daripada yang diletekkan didalam keadaan suhu kamar.  Kegagalan dalam pembuatan tapai dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu kurang sterilnya tempat pembuatan, terlalu banyak memberi ragi, jenis ragi kurang tepat, jenis singkong yang digunakan, suhu pada proses penyimpanan kurang optimum, tidak seimbangnya jumlah ragi dengan jumlah singkong dan kegagalan dalam pembuatan tapai biasanya dikarenakan enzim pada ragi Saccharomyces cereviceae tidak pecah apabila terdapat udara yang mengganggu proses pemecahan enzim tersebut.
Dari percobaan yang telah dilakukan, hari pertama baik dalam pembuatan tapai singkong menunjukkan belum mengalami perubahan yaitu masih sama dengan bahan awalnya, hal ini disebabkan karena bakteri yang digunakan dalam pembuatan tapai belum bereaksi dengan baik. Pada hari kedua baik pada pembuatan tapai singkong telah mengalami perubahan baik dari segi tekstur, aroma, warna, rasa maupun kadar air, dimana semakin lama proses fermentasi, semakin berubah pula tekstur, aroma, warna, rasa dan kadar airnya. Dari hasil praktikum yang yang kami lakukan, bahwa setiap tapai menghasilkan hasil yang berbeda, yaitu dari segi tekstur, aroma, warna rasa dan kadar air, hal ini disebabkan oleh banyak faktor salah satunya media pembungkus yang digunakan membungkus tapai tersebut yang berbeda jenisnya. Dari hasil percobaan ini ditemukan bahwa tapai terbaik dihasilkan saat pembungkus menggunakan daun pisang sebagai pembungkus.
Hasil tapai yang dibungkus dengan daun pisang menghasilkan tekstur yang lembut lunak, dimana pada saat proses pengkukusan singkong sudah baik, maka dari itu menghasilkan tekstur yang baik pula. Aroma yang dihasilkan khas aroma tapai, dimana karena takaran ragi yang ditaburi pada singkong sesuai dengan takaran. Warna yang dihasilkan dari tapai tersebut berwarna kuning. Rasa yang dihasilkan manis dan kadar air yang dikeluarkan dari tapai tersebut tidak terlalu banyak (sedikit). Dalam penggunaan media pembungkus daun pisang ini dimana daun pisang ini mengandung polifenol yang berfungsi sebagai antioxidan dan juga dapat menghambat pertumbuhan bakteri, hal tersebut dapat memaksimalkan proses fermentasi.
Pada tapai yang dibungkus daun waru memiliki tekstur yang lembut lunak, aromanya pun khas aroma tapai, warna yang dihasilkan setelah fermentasi berwarna kuning, rasa yang dihasilkan tidak terlalu manis tetapi ada sebagian bagian tapai yang sedikit manis, hal ini disebaban pada proses peragian tidak merata menaburi raginya dan kadar air yang dihasilkan cukup banyak.
Pada tapai yang dibungkus daun jati memiliki tekstur yang lembut lunak, aroma yang dihasilkan khas aroma tapai, warnanya pun kuning, rasa yang dihasilkan tidak terlalu manis tetapi ada sedikit manisnya, hal ini terjadi karena pada proses peragian tidak merata menaburi raginya, sama halnya pada saat proses peragian pada daun waru dan kadar air yang dihasilkan sangat sedikit.
Pada tapai yang dibungkus plastik memiliki tekstur yang lembut lunak, aroma yang dihasilkan khas aroma tapai, warna yang dihasilkan berwarna kuning, rasa yang dihasilkan tapai tersebut sangat bervariasi ada rasa sedikit manisnya, ada asamnya dan agak pahit.

            Pada Tapai Ketan (Daun Suji)
Mikroorganisme yang terdapat di dalam ragi tapai adalah kapang Amylomyces rouxiiMucor Sp, dan Rhizopus orizae. khamir Saccharomycopsis fibuligera, Saccharomycopsis malangaPichia burtoniiSaccharomyces cerevisiae, dan Candida utilis, serta bakteri Pediococcus Sp. dan Bacillus sp. Kedua kelompok mikroorganisme tersebut bekerja sama dalam menghasilkan tapai. Mikroorganisme dari kelompok kapang akan menghasilkan enzim-enzim amilolitik yang akan memecahkan amilum pada bahan dasar menjadi gula-gula yang lebih sederhana (disakarida dan monosakarida). Proses tersebut sering dinamakan sakarifikasi (saccharification). Kemudian khamir akan merubah sebagian gula-gula sederhana tersebut menjadi alkohol. Inilah yang menyebabkan aroma alkoholis pada tapai. Semakin lama tapai tersebut dibuat, semakin kuat alkoholnya. Suliantari dan Winiati (1989).
Pada pembuatan tapai ketan mendapatkan hasil yang sama, semua jenis pembungkus yang digunakan menghasilkan tapai ketan yang manis dan bertekstur bagus. Hal ini disebabkan karena media pembungkus yang digunakan steril dan ketepatan dalam penambahan dan penebaran ragi serta hasil tapai yang bagus dihasilkan dari sterilisasi bahan dan media yang dugunakan dalam pembuatan tapai. Situasi lingkungan juga berpengaruh pada proses fermentasi tapai. Dalam situasi ini memungkinkan pada tapai yang dibungkus dengan daun jati dan waru lebih cepat mengaami proses alkoholik. Yang mana daun jati dan daun waru memiliki trikomata yang cukup tebal (daun jati>daun waru) untuk tumbuh kembangnya mikroorganisme.daun jati dan waru juga mengandung folifenol yang dapat mendukung tumbuh kembangnya mikroorganisme. Hal ini mungkin disebabkan karena kandungan folifenol sedikit dan trikomata pada daun tidak begitu bagus. Kemungkinan penyebab lain yang terjadi ialah mungkin saja disebabkan karena pada tapai yang dibungkus dengan daun pisang dan plastik mendapatkan persentase ragi yang lebih banyak dibandingkan dengan daun jati maupun waru.
Tapai yang manis dan belum berbau alkohol dihasilkan dalam praktikum ini merupakan suatu keberhasilan dari praktikum. Prosedur dan perlakuan yang sesuai dilaksanakan untuk mendapatkan hasil yang baik.

VI.             Simpulan
Dari hasil praktikum yang kami lakukan, dapat disimpulkan bahwa proses pembuatan tapai yang melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur  Saccharomyces cerivisiae salah satunya dipengaruhi oleh media pembungkus yang berbeda. Selain itu dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor juga, yaitu diantaranya kurang sterilnya tempat pembuatan, terlalu banyak memberi ragi, jenis ragi kurang tepat, jenis singkong yang digunakan, suhu pada proses penyimpanan kurang optimum, tidak seimbangnya jumlah ragi dengan jumlah singkong. Pada praktikum yang kami lakukan, tapai singkong yang terbaik yang kami hasilkan yaitu singkong yang dibungkus dengan daun pisang, dimana sesuai dengan kriteria pembahasan. Pada pembuatan tapai ketan (daun suji) mendapatkan hasil yang mirip sama. Hal ini dikarenakan semua pembungkus yang digunakan dalam keadaan steril yang berarti hanya mikro organisme pada ragi saa yang bekerja tanpa adanya kontaminan.

VII.          Daftar Pustaka
Anonim.1982.”Tape Ketan Paket Industri Pangan Unguk Daerah Pedesaan”.Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor
Damayanto I Putu Gede Parlida.2014.”LEMBAR KERJA MAHASISWA (LKM) BIOTEKNOLOGI”. Pendidikan Biologi, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja.
Rahman, A., S. Fardiaz, R. Winiati, dan Suliantari, 1992. Teknologi Fermentasi Susu. IPB-Press, Bandung.


Comments

Popular posts from this blog

Praktikum Biokimia (Uji Pembentukan Emulsi)

Praktikum Biokimia (Uji Pengendapan Protein Dengan Garam)

LEMBAR KERJA SISWA (LKS) Struktur Jaringan Hewan, Jaringan Pada Hewan